Thursday, March 28, 2013

An Annoying Nickname

Dan inilah panggilan-panggilan aneh nan menyebalkan yang disebabkan oleh tragedi latihan paduan suara.

Saya: Midi
Aflah: Plus
Giri: Min
Wikan: Per
Hanif: Kuadrat
Tegar: Times
Tamara: Liter

Entah apa maksudnya. Yang jelas, sebab dari panggilan saya bisa jadi "Midi" itu karena pas latihan paduan suara, Giri nyuruh saya untuk ngajari Laila sama Lian yang notabene satu kelompok dengan Giri dan susah ngepasin nada. Aku tanya, midi yang dia pakai, memakai nada dasar apa, eh malah dia bilang "Midi, Midi, Midi." Dan akhirnya, panggilan saya pun berubah jadi "Midi."

Lalu, kenapa panggilannya Aflah bisa jadi "Plus", Giri jadi "Min" dan Wikan "Per", dst? Itu karena tadi pas ujian praktik olahraga, ada salah satu temen mau penilaian passing atas (atas atau bawah, saya lupa). Tapi gak ada yang ngitungin. Terus guru OR-ku yang namanya Pak Limpad itu marah-marah bilang ke Giri, "he Min, ada temennya yang mau penilaian tapi nggak ada yang ngitung mbok ya dihitungke!" Dan alhasil Giri saya panggil "Min". Karena ada Min, berarti ada Plus, Per (divided), Times. Begitulah asal-usul panggilan itu terjadi. /ha

Sunday, March 17, 2013

Waras?

Matahari bersinar terik. Siang-siang begini, rasanya menyenangkan sekali jalan-jalan di taman. Aku melangkahkan kakiku ke taman yang tak jauh dari posisiku berdiri sekarang. Lihat! Oh, menyenangkan sekali bila aku bisa tiduran di atas hamparan permadani hijau itu!

Sepanjang jalan yang kulewati, banyak pasang mata yang menatapku—tatapan aneh, geli, takut, bahkan ada yang was-was. Hah, apa peduliku?

Aku menangkap sosok ibu-ibu yang menggendong putrinya yang masih balita. Mereka yang melihatku berjalan ke arahnya segera menyingkir. Aku ini orang terhormat, kalian tahu? Presiden saja harus membawa puluhan pengawal untuk membukakan jalan baginya. Lihat saja aku. Mereka menyingkir terlebih dahulu setelah melihatku. Tidak. Aku bukan anak seorang yakuza. Tapi—hei lihat! Rumput-rumput hijau itu sudah dipotong dengan rapi oleh si penjaga taman. Senangnya aku.

Sesampainya di taman yang ada padang rumputnya itu, aku langsung menikmati aroma musim panas yang menyenangkan itu. Matahari yang bersinar terik, rerumputan yang harum. Haah, indahnya dunia.
.
Sekitar tiga puluh menitan aku tiduran di hamparan rumput hijau itu. Orang-orang yang tadinya berada di sana pun memilih untuk menyingkir.

"Hei kau!" Panggil seseorang. Aku segera mencari sumber suara tersebut. Dan saat aku menoleh ke belakang, kulihat seorang laki-laki berseragam rapi lengkap dengan tongkatnya. Yang langsung tersirat di benakku adalah, dia polisi.

"Ini bukan tempatmu! Menyingkir kau dari sini!" Usirnya. Aku pun tergelak—tertawa terbahak-bahak. Laki-laki berseragam itu pun menarik baju kumalku dan menarikku menjauhi tempat yang aku tiduri tadi.
"Hahahaha!" Tawaku. Polisi itu membentak—menyuruhku untuk diam.

Sesampainya di luar gerbang taman, polisi itu melepaskan genggamannya di bajuku yang kumal. Dengan halus? Ah tidak. Dengan sekuat tenaganya hingga tubuhku terbentur aspal jalan.

"Jangan kembali lagi, kau orang gila!" Bentaknya. Aku menyengir menatapnya, disertai tawaku.

"Apa yang lucu, hah!" Bentaknya—lagi. Aku pun berdiri dan berbalik menjauhinya. Dasar polisi. Tidak ada gunanya kau berbicara denganku.

Aku berjalan ke perempatan jalan yang tak jauh dari taman. Kulihat di bawah lampu lalu lintas ada seseorang yang tengah berbicara entah kepada siapa. Aku pun terbahak lagi melihatnya. Ia pernah melakukan hal gila di perempatan itu, hingga para pengemudi melemparinya apa saja yang bisa dilempar karena perbuatan orang gila itu.

Betapa gilanya aku, orang gila yang menertawakan orang gila. Ah, apa aku belum bilang? Aku adalah orang gila. Ya. Orang tak waras yang kerjaannya hanya berkeliling dengan tawaannya. Tetapi, apa benar aku pantas disebut orang gila? Tetapi, tolong perhatikan orang-orang di luar sana yang mengaku bahwa dirinya benar-benar "waras". Apakah orang yang tak mau berbagi dengan sesama pantas disebut waras? Apakah orang yang hanya mementingkan kenikmatan duniawi itu pantas disebut waras? Dan pula, apakah mereka yang membedakan mana yang kaya, miskin, jelek, cantik, pintar, bodoh, itu orang waras?

Aku pun tak tahu jawabannya. Yang kutahu, aku hanya bisa memperhatikan mereka yang menganggap dirinya waras—tidak gila sepertiku, dan berserah diri kepada-Nya.

Thursday, March 14, 2013

Terlahir Kembali

 Judul asli: Re Birthday
Dinyanyikan oleh: Len Kagamine
Lirik dan komposer: Mothy
Terjemahan oleh: Yuuki (dengan pengubahan seperlunya)

Ketika aku terbangun, aku sendirian
Ruangan itu gelap gulita
Aku tak bisa melihat apa pun, mendengar pun tidak
Sendirian, gemetar di kegelapan

Ada lubang besar di langit-langit
Jika kau melihatnya dengan seksama, terlihat sesosok
Dari sana terdengar tiba-tiba
Suara menakutkan yang bertanya

"Wahai bocah yang penuh dosa,
Kau berada di keabadian.
Selama tidak meninggalkan ruangan ini."

Begitulah katanya

Sesaat, aku mengingat semua kenangan
Aku mengulang kembali ingatan tentang dosa-dosaku
Aku pun menyadari alasan mengapa aku ada di sini
Dan aku tak ingin kembali ke masa itu

Kulihat kedua tanganku yang diborgol merah
Warna merah dari darah seseorang yang telah ditumpahkan
Kulihat kedua kakiku yang diborgol biru
Warna biru dari air mata seseorang

"Ru ri ra ru ri ra." Aku bisa mendengar sebuah lagu
Siapa yang menyanyikan lullaby (lagu pengantar tidur) ini?

Waktu pun berlalu
Aku bertanya pada sosok itu
Dari mana aku bisa mendengar
Suara nyanyian yang perlahan menyembuhkanku

Hari itu kutemukan
Arti dari lullaby tersebut
Lullaby itu untukku
Kata baru pun ditambahkan

Dari permukaan langit-langit
Aku bisa merasakan seberkas cahaya
Yang kuyakini bahwa,

..kau mengirimiku sebuah pesan..

Sosok itu pun perlahan berbicara
"Ini tidak berarti kalau kamu telah diampuni dari dosa-dosamu."
Tetapi, ada kata yang disebut air (kebaikan) dan kejahatan
Kami akan merubahnya menjadi lagu

Borgol merah pun dihilangkan
"Setelah ini, kau akan dilahirkan kembali."
Borgol biru pun dihilangkan pula
"Hari ini adalah hari kelahiranmu yang baru."

Semuanya pun berubah menjadi putih

Kemudian, aku dan kau pun bertemu kembali